MUG YANG KAUDESAIN DENGAN GAMBAR WAJAHKU

MUG YANG KAUDESAIN DENGAN GAMBAR WAJAHKU * kepada @miki_osanai ( 小山内 美喜 )     Lihatlah, Miki... mug yang kaudesain dengan gambar wajahku telah berisi burakku kohi ! Hidup nambah sehari   Apa yang buat orang terus bertahan tetap hidup walau tanpa makna dan nampak sia-sia? Lihat, Shinigami di malam hari terlihat lebih memesona   Bagaimana aku bisa mengajarkan cara berkata ya pada hidup pada semesta raya dengan segenap gairah, tawa, dan air mata, yang disuling jadi aforisma?   Hidup manusia palingan cuma delapan puluh keliling bumi putari matahari selebihnya sunyi hingga tinggal jagad raya menguap sendiri atau koyak-moyak atau balik mampat untuk kemudian mendentum lagi   Kita cukup beruntung boleh mengada pada ruang-waktu lalu berpuisi ada yang menyanyi ada yang menari ada pula melukis sepi tapi jangan mati jangan dulu mati sebelum delapan puluh kali bumi kelilingi matahari atau kala sel-sel

Manusia Subyek Autonom – Mencari Antitesis Kapitalisme

Manusia Subyek Autonom – Mencari Antitesis Kapitalisme
-Padmo Adi-

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bebas. Dengan pilihan bebas ini manusia mewujudkan dirinya dalam merealisasikan suatu jenis kemanusiaan tertentu[1]. Perealisasian kemanusiaan ini dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya bekerja.
Dalam sistem kapitalisme orang-orang bekerja pada seorang pemilik modal (kapitalis). Sistem kapitalisme sebenarnya adalah sistem yang bebas, bebas dari pembatasan apapun, bebas untuk memproduksi barang sebanyak apapun. Tujuan sistem ini adalah keuntungan sebesar mungkin, uang sebanyak mungkin. Hal ini memberi ruang bagi manusia-manusia egois dan serakah. Para kapitalis itu saling bersaing; yang kuat menang, yang lemah kalah. Untuk bersaing produktivitas produksi harus ditingkatkan, biaya produksi ditekan serendah mungkin[2]. Tentu biaya produksi itu termasuk gaji/upah para pekerja.
Para pekerja yang disebut buruh itu semakin miskin. Mereka merosot ke bawah syarat-syarat eksistensi kelas mereka sendiri [MCP, MEW 4, 473]. Di sinilah letak ketidakadilan itu. Para buruh itu bekerja tidak lagi untuk memanifestasikan kemanusiaan mereka, tapi semata untuk uang. Mereka kehilangan kebebasan justru oleh sistem yang bebas. Eksistensi mereka tertindas oleh overeksistensi sekelompok kecil orang yang disebut kaum kapitalis. Mereka dieksploitasi oleh kelompok kecil itu.
Kebebasan manusia terletak pada motivasinya. Manusia memutuskan apa yang ingin diperbuatnya, tidak seperti binatang yang ditentukan oleh lingkungannya[3]. Dalam kapitalisme kaum buruh tidak dapat memutuskan apa yang ingin diperbuatnya karena dalam kemiskinan (dan pemiskinan) mereka butuh uang.
Ketika seseorang menyadari kemanusiaannya, dia akan memanifestasikannya. Dia akan mengada sesuai adanya. Dia adalah subyek, tuan atas nasibnya sendiri. Dan, subyek-subyek yang lain pun pasti mengalami hal itu. Maka, eksistensi subyek yang satu dibatasi oleh eksistensi subyek yang lain. Di sinilah letak keadilan itu. Menurut Gabriel Marcel adalah hubungan subyek-subyek (ich-du), bukan subyek-obyek (ich-es). Jadi, sistem kapitalisme adalah sistem yang tidak adil.
Antitesis dari kapitalisme adalah sosialisme. Sosialisme tidak sama dengan komunisme. Komunisme juga adalah pendiktean orang banyak oleh sekelompok kecil orang, jadi esensinya sama dengan kapitalisme (sama-sama kanan), hanya beda pada eksistensi dan cara. Sosialisme berusaha menghapus penghisapan orang banyak oleh sekelompok kecil orang. Sosialisme, kata Sjahrir, adalah ajaran dan gerakan mencari keadilan di dalam kehidupan kemanusiaan[4].
Sosialisme mendorong subyek-subyek untuk memanifestasikan kemanusiaan mereka masing-masing tanpa terjadi overeksistensi. Sosialisme adalah konsekuensi logis eksistensialisme. Dan, sosialisme adalah solusi keadilan atas ketidakadilan dalam kapitalisme.


Bibliografi
Leahy, Louis,
          2007           Siapakah Manusia?, Yogyakarta: Kanisius

Magnis-Suseno, Franz,
          1999           Pemikiran Karl Marx, Jakarta: Gramedia

Mangunwijaya, Y. B.,
          1998           Menuju Republik Indonesia Serikat, Jakarta: Gramedia

Sartre, Jean-Paul
          2002           Eksistensialisme dan Humanisme, terj. Yudhi Murtanto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar



[1] J. P. Sartre, Eksistensialisme dan Humanisme, terj. Yudhi Murtanto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, 86.
[2] Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx, Jakarta: Gramedia, 1999, 165.
[3] Louis Leahy, Siapakah Manusia?, Yogyakarta: Kanisius, 2007, 194-221.
[4] Y. B. Mangunwijaya, Menuju Republik Indonesia Serikat, Jakarta: Gramedia, 1998, 212-233.

Comments