KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

JIWA YANG GELISAH

JIWA YANG GELISAH

jiwa yang gelisah
meluncur di jalan
dia sendirian
menembus angin
membelah udara
akan tetapi...
misteri kehidupan
tetap tak terdedah

hidup dan kematian
ada dan ketiadaan
adalah dua sisi berbeda
dari keping yang sama

hidup untuk dirayakan
dari tiada kita ada
hari ini ada, esok tiada
kematian bukan untuk diratapi

jiwa yang gelisah
meluncur di jalan
dia sendirian
menikmati setiap tikungan
hingga tiba pada suatu masa
dia beristirahat untuk selamanya

28 Oktober 2012
Padmo Adi

Comments