KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

PELAYARAN KE MAN NORRAH

PELAYARAN KE MAN NORRAH

Menyanggong Zyren - gambar oleh Louis Edo Kris Kelana

Bandar pelabuhan Kophen mulai ramai. Angin musim telah berhembus ke Barat. Saat yang tepat untuk melakukan pelayaran. Terlihat seorang lelaki berdiri menatap laut lepas di tepi pelabuhan. Asap tembakau terbakar mengepul dari pipanya. Sejenak, lalu dia membalik badan, berjalan menuju bar terdekat. Di sana dia memesan segelas bir. Rambutnya panjang sepunggung. Tatapannya tajam. Dia yakin akan sesuatu.

Di sudut bar itu duduk pula seorang lelaki lain. Dia asyik memangku seorang perempuan sembari meracau. Mungkin dia setengah mabuk. Lelaki muda itu tidak mempedulikan sekitarnya. Kiranya dia tengah tenggelam di dalam kenikmatan. Lelaki berambut panjang tadi menoleh ke arah lelaki muda yang tengah mencumbui perempuan di pangkuannya tersebut. Lelaki berambut panjang itu segera berjalan mantap ke arah lelaki muda itu. Sesampainya di sana, dia menarik lengan perempuan yang tengah dipangku lelaki muda itu, dan menyuruhnya pergi.
“Hei... itu perempuanku!” kata lelaki muda.
“Kau akan mendapatkan yang sepertinya di bandar berikutnya,” kata lelaki gondrong tersebut.
“Aih... Kepar...” pemuda itu tak melanjutkan kata-katanya ketika melihat siapa yang berbicara, “Kapten... Kapten Singasurana... maaf, aku sedang bersenang-senang... .”
“Saatnya sudah tiba.”
“Perburuan?”
“Kolektor itu akan membayar mahal jika kita bisa mendapatkannya. Dan, inilah saatnya.”
“Kita akan ke mana?”
“Aku sendiri belum tahu. Yang jelas, kita ke Barat. Kita akan ke Pulau Nango Land, menemui seorang teman di sana. Lekas, kita siapkan kapal!”
“Aye... aye... Kapten,” pemuda itu berdiri sempoyongan, masih pusing kepalanya.
“Hei, Wanaratna, jangan lupa kaukabari Wanaraseta. Tanpanya, kita bisa jadi sasaran empuk di tengah samudera. Bilang padanya, siapkan mesiu, meriam, dan senapan. Sedangkan kau, siapkan logistik. Raditewage akan menempuh petualangan baru. Dia harus prima.”
“Aye... aye... Kapten... .”
Setelah hari beranjak malam, mereka bertiga mengangkat sauh, berlayar ke Barat. Petualangan mereka pun dimulai.

Angin musim membawa kapal yang dinamai Raditewage itu menuju ke Pulau Nango Land. Pada pulau itu terdapat pula sebuah bandar pelabuhan. Pulau ini biasanya menjadi tempat singgah para pelaut dan pedagang. Raditewage segera bersandar pada bandar pelabuhan di sana. Ternyata sudah menunggu dalam balutan kain merah, seorang lelaki dengan pipa mengepul di mulutnya.
“Jakakelana...” sapa Singasurana.
“Singasurana... lama tak bersua,” jawab lelaki berkain merah yang disebut Jakakelana tersebut.
“Kausudah menerima pesanku rupanya.”
“Ya, saat ini adalah musim yang tepat untuk berburu. Berapa kita akan dibayar?
“Seratus dua puluh peti emas untuk satu ekornya! 70 - 30 ya?”
“50 - 50!”
“Aih... keparat tengik... . Aku harus memberi makan dua mulut yang lain dan merawat Raditewage! 60 - 40!”
“Hahahaha... . Kau terlalu baik hati sebagai pelaut. Baiklah, 60 - 40!”
“Jadi, ke mana kita akan berburu?”
“Aku dengar kini para Zyren membangun sarang di Barat, di karang besar Man Norrah.”
“Tapi, tidak mungkin kita ke sana. Kapalku bisa karam! Adakah alternatif lain?”
“Ada. Kita ke Barat Daya,” kata Jakakelana sembari membuka peta.
“Baiklah, kita berlayar ke Barat Daya.”
“Kalau boleh tahu, siapa kolektor keparat ini yang berani membayar mahal untuk Zyren?”
“Dia bajingan tengik yang kaya. Aku tidak pernah tahu nama aslinya. Julukannya Tuan Dua Satu.”
“Tuan Dua Satu?”
“Sudah, kita jangan membuang-buang waktu lagi. Mari kita berlayar!”
Mereka berempat pun berlayar ke Barat Daya. Raditewage menerjang samudera gelap yang mahaluas malam itu. Mereka memburu Zyren, mobble legendaris yang hanya keluar di malam hari, di samudera. Legenda mengatakan bahwa banyak kapal yang karam oleh karena suara nyanyian Zyren. Bahkan, tidak sedikit pemburu mobble yang tidak kembali ketika mereka memburu Zyren. Suara harpa dan nyanyiannya bisa membuat lelaki menjadi gila, dan perempuan menjadi histeria. Konon kabarnya, pada musim itu segerombolan Zyren membuat sarang di karang besar Man Norrah. Hal itu membuat Zyren semakin susah diburu, sebab kapal yang mendekati sarangnya akan karam oleh karena gugusan karang besar Man Norrah. Mengetahui resiko itu, Kapten Singasurana memimpin rombongannya ke Barat Daya, arah alternatif untuk berburu Zyren.

Mermaid's Melody (Zyren)

Bulan purnama begitu menggemaskan di atas sana. Deru angin musim dan suara air laut dibelah kapal Raditewage menjadi satu-satunya suara yang berkuasa. Seluruh awak kapal beristirahat, kecuali Wanaraseta. Dia mendapat giliran jaga pada waktu itu. Iseng, dia mengambil teropong dan mengintipnya. Dia ternganga... ada sekawanan makhluk berwarna merah muda melompat-lompat di samudera. Segera dia membangunkan yang lain.
“Zyren!!! Zyren!!! Kapten, ada Zyren!!!” teriak Wanaraseta panik.
“Arah mana?” tanya Singasurana.
“Arah jam dua!”
“Kemarikan teropongmu!” kata Singasurana sembari mengambil teropong dari tangan Wanaraseta, lalu mengintipnya. “Demi Bathara Baruna!!! Itu Zyren!!! Siapkan kapal untuk penyergapan!!!”
Raditewage bergegas menerjang samudera menuju kawanan Zyren yang tengah berenang melompat-lompat di samudera. Mereka tidak menyadari tingkah laku aneh kawanan Zyren tersebut yang seakan-akan tengah melarikan diri dari sesuatu.

Ketika Raditewage tinggal berjarak 1000 meter dari kawanan Zyren tersebut, tiba-tiba dari kedalaman samudera muncul ke permukaan laut sebuah kapal besar menangkap kawanan Zyren itu. Kapal itu berwarna hitam gelap, di beberapa sisinya terdapat lumut dan jamur, mungkin karena sering menyelam di kedalaman samudera. Kapal itu juga mengeluarkan suara dengungan yang memekakkan telinga.
“Bajingan tengik! Itu Sang Pelompat!!!” maki Singasurana.
“Pelompat?” tanya Wanaratna.
“Ya, bajak laut yang menguasai permukaan laut, dasar laut, dan bahkan angkasa. Kapal mereka bisa menyelam, berlayar di atas permukaan laut, bahkan terbang di angkasa. Seakan-akan melompat. Itulah sebabnya kapal itu dinamai Sang Pelompat. Dia bisa berada di mana saja, kapan saja, dan mendahului perburuan siapa saja. Itu yang membuat Sang Pelompat menjadi musuh bersama para pelaut dan pemburu. Sang Pelompat lebih canggih dari Raditewage,” kata Jakakelana.
“Kenapa Raditewage tidak dibekali teknologi agar bisa melompat pula?” tanya Wanaratna lagi.
“Kehormatan, Anak Muda... kehormatan! Sebab Raditewage masih menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan para pelaut dan pemburu yang diwariskan turun-temurun dari dahulu kala,” kata Singasurana.
“Jadi, kita kalah, Kapt?” tanya Wanaratna.
“Wanaraseta, siapkan meriam dan peralatan tempur!” teriak Singasurana lantang.
“Aye... aye... Kapt!” kata Wanaraseta.
Kepada Wanaratna, Singasurana berkata, “Kita kalah dengan terhormat, Nak!”
Raditewage terlibat pertempuran laut yang sengit dengan Sang Pelompat. Suara meriam berdentam. Bau mesiu yang pekat. Malam pecah. Samudera bergelora.

Homerun (Lunam)

“Aku akan menyerangnya dengan Sploon. Sploon adalah lambang perlawanan!” kata Wanaratna.
“Tidak, Anak Muda. Mobble hanya boleh menyerang mobble. Mobble dilarang digunakan untuk menyerang manusia dan teknologi yang dipakai manusia. Lagi pula, bisa jadi Sploonmu itu akan ditangkapnya pula. Ambillah senapanmu, dan bidiklah sesuatu!” kata Singasurana.
Malam itu waktu menjadi sungguh relatif. Lima belas menit adalah waktu yang sangat singkat ketika kita sedang bercinta, tetapi di tengah peperangan laut semacam itu, lima belas menit seakan-akan selamanya di neraka! Pada suatu kesempatan, Sang Pelaut menembakkan meriam. Bola besi panas itu menembus lambung Raditewage. Kapal itu oleng, hampir tenggelam. Tapi, entah mengapa, setelah menembakkan meriam itu, Sang Pelompat segera menyelam kembali ke kedalaman samudera, lalu selang beberapa saat, Sang Pelompat melompat kembali, terbang ke angkasa. Lenyap ditelan cakrawala.
“Kapten, kapal kita rusak parah,” lapor Wanaraseta.
“Kita kembali ke bandar Nango Land!” perintah Singasurana.
Tertarih-tatih Raditewage kembali ke Nango Land, bersandar pada pelabuhannya, dan diperbaiki.
“Sepertinya seluruh dunia kini tengah memburu Zyren,” kata Jakakelana.
“Ya, aku sendiri heran, biasanya Sang Pelompat hanya memburu Ulfrik, Nix, Supermob, Baly, Musugu... . Kini mereka memburu Zyren. Pasti karena Tuan Dua Satu menyediakan hadiah yang sangat menggiurkan,” kata Singasurana.
“Lalu kita harus bagaimana, Kapten?” tanya Wanaraseta.
“Kita istirahat dulu. Kita perbaiki kapal, isi kembali mesiu dan peralatan tempur, dan isi kembali logistik. Besok malam kita ambil resiko ke karang besar Man Norrah,” kata Singasurana.
“Aku minta izin bercinta dulu, Kapt...” kata Wanaratna.
“Keparat!” hardik Singasurana.

Hydro Spit (Anura)

Malam itu mereka beristirahat. Kapal Raditewage diperbaiki. Mereka bersiap untuk melakukan misi yang susah besok, menangkap Zyren di karang besar Man Norrah. Pada malam berikutnya, mereka sudah siap. Mereka tidak ingin kalah tertinggal dari Sang Pelompat. Mereka ingin menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, kebanggaan, dan nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi para pelaut dan pemburu sejak zaman kuna. Sebelum berangkat, mereka mengadakan ritual keberanian. Mereka menyembelih anjing hitam, mengurapi wajah mereka dengan darah anjing tersebut, dan meminum darahnya. Mereka juga makan saren, yaitu darah ayam yang digumpalkan. Sementara, daging anjing hitam dan ayam itu mereka bakar sebagai kurban bakaran kepada Tuhan.
“Semoga Dewa Laut menyertai perburuan kita!” teriak Singasurana lantang.
“Amin!!!” teriak semuanya lantang.
Tepat pada waktu matahari tenggelam, Raditewage berlayar ke Barat, ke arah karang besar Man Norrah. Mereka diselimuti keberanian yang luar biasa. Angin dengan tenang membawa Raditewage semakin ke Barat. Sepertinya alam semesta memberkati perburuan mereka.
“Jakakelana, bagaimana pendapatmu?” tanya Singasurana kepada Jakakelana.
Jakakelana membuka peta dan berkata, “Ini adalah gugusan karang besar Man Norrah. Sebaiknya pada titik ini Raditewage membuang sauh, lalu kita memakai sekoci kecil mendekat tepat ke arah sarang Zyren.”
“Maaf, tapi, bukankah kita bisa menjadi gila?” tanya Wanaratna.
“Kita sumbat telinga kita memakai earphone yang terhubung dengan alat komunikasi ini. Kita akan mendengarkan lagu Nightwish atau Manowar,” kata Wanaraseta.
“Tapi Zyren itu pasti bisa menyungsangkan sekoci kita. Bagaimana kalau kita tetap di kapal?” kata Singasurana.
“Kamu takut?” tanya Jakakelana.
“Keparat! Jangan panggil aku ‘Surana’ kalau aku takut! Aku hanya ingin meminimalisasi kerusakan kita. Lagi pula, ingat aturannya, mobble hanya boleh diburu dengan mobble. Maka, biarlah mobble kita yang bekerja. Kita serang dari laut dan udara. Kita kirim Anura dan Pyrallis. Untuk udara, kita kirim Lunam dan Garuda.” kata Singasurana.
“Baiklah. Mari kita kerjakan!” kata Jakakelana.

Gugus karang besar Man Norrah sudah dekat. Suara nyanyian Zyren sayup-sayup terdengar. Mereka berempat segera memasang earphone dan memainkan lagu Nightwish atau Manowar sembari terus berkomunikasi. Raditewage membuang sauh pada titik yang sudah disepakati. Wanaratna mengutus Anura. Wanaraseta mengutus Pyrallis. Jakakelana mengutus Lunam. Singasurana mengutus Garuda. Ternyata mereka tidak perlu repot-repot mendekat ke pusat sarang Zyren, sebab tiba-tiba saja dari samping lambung kanan kapal Raditewage seekor Zyren melompat tinggi di udara dan menyerang kapal itu dengan Mermaid’s Melody. Keempat lelaki itu terkejut. Mereka menutup telinga sembari berteriak memerintahkan mobble-mobble mereka segera menyerang Zyren itu.

Hydro Spit (Pyrallis)

Segera saja terjadi pertarungan sengit. Seekor Zyren melawan keroyokan empat mobble. Anura dan Pyrallis segera memuntahkan Hydro Spit mereka untuk menangkis serangan Zyren. Gabungan kekuatan Hydro Spit mereka ternyata hanya mampu menangkis serangan Zyren, tetapi tidak melukainya. Lecet sedikit pun tidak. Zyren kembali menceburkan diri ke samudera, lalu menghempaskan gelombang air laut ke arah Anura dan Pyrallis. Mereka terpental, menatap lambung kanan kapal. Dari angkasa Lunam terus memberondongkan Homerun ka arah Zyren yang tengah menyelam di dalam laut. Laut seakan menjadi perisai bagi Zyren, berondongan Homerun Lunam tak satupun yang mengenainya. Tiba-tiba saja permukaan laut terbuka, terlihatlah Zyren telah bersiap dengan harpanya. Mermaid’s Melody meledak ke arah Lunam. Lunam pun terpental. Untung masih bisa ditangkap Garuda sehingga dia tidak terpental jauh dan hilang.
“Bedebah! Ternyata Zyren yang kita hadapi ini berlevel 20!” kata Jakakelana.
“Sial... padahal mobble-mobble yang kita bawa serta paling tinggi hanya berlevel 15 saja. Ah... Lonthe Arab! Kenapa aku meremehkan mobble merah jambu itu?!” maki Singasurana.
“Kapten...” kata Wanaratna.
“Sebentar! Jangan ganggu dulu. Keparat!!!” hardik Singasurana penuh amarah.
Garuda melepaskan Lunam. Lunam sudah bisa menguasai diri kembali, walau mengalami damage yang parah. Garuda menukik hendak mencabik Zyren. Zyren berhasil menghindar. Karena terlalu fokus pada Garuda, Zyren lengah dengan serangan ganda Hydro Spit gabungan dari Anura dan Pyrallis. Akan tetapi, serangan itu tidak menimbulkan damage yang cukup berarti. Zyren menoleh ke arah  dua mobble itu, lalu menyerangnya dengan gelombang samudera. Anura dan Pyrallis berpencar demi menghindari serangan itu. Gelombang samudera itu hanya mengenai lambung kapal. Raditewage pun bergoyang.

Melihat perhatian Zyren tengah tertuju kepada Anura dan Pyrallis, Garuda melepaskan Banish Evil. Gelombang amarah Garuda tersebut mengenai Zyren dengan telak. Akan tetapi, ternyata level Garuda masih belum cukup untuk memberikan damage yang berarti bagi Zyren. Zyren yang marah pun melompat ke arah Garuda. Tangan Garuda diraihnya, lalu dibantingnya ke arah lautan. Garuda tercebur, tidak bisa berenang, panik, sayapnya basah. Anura berenang menyelamatkan Garuda, lalu menaikannya ke atas kapal, sementara Lunam membidik Zyren yang masih di udara itu dengan Homerun. Zyren yang segera tanggap menyambut serangan Lunam dengan Mermaid’s Melody. Kekuatan Homerun Lunam bertumbukan dengan kekuatan Mermaid’s Melody Zyren. Terjadi ledakan yang luar biasa. Cahayanya membutakan mata. Setelah cahaya itu redup, nampak bahwa Lunam meluncur jatuh ke lautan. Sementara Zyren masih kokoh. Pyrallis segera menangkap Lunam dan membawanya ke atas kapal. Di saat yang sama Anura menyemburkan Hydro Spit. Semburan dahsyat itu tepat mengenai Zyren. Zyren berteriak melengking usai dihujani dengan Hydro Spit. Gelombang lengkingan Zyren menghajar Anura. Anura tak kuasa menahannya dan langsung KO. Melihat itu, Pyrallis segera menyemburkan Hydro Spit. Hanya menyerempet Zyren. Zyren menyelam ke kedalaman laut. Pyrallis mengikuti. Pertempuran berlanjut di dasar samudera.

Banish Evil (Garuda)

Pyrallis kembali menyemburkan Hydro Spit. Di dalam laut, kekuatan Hydro Spit berlipat. Walau level Zyren lebih tinggi, dia sempat kewalahan dengan serangan bertubi-tubi Pyrallis. Ternyata Pyrallis lebih lincah dan kuat di dalam air. Pyrallis menerjang Zyren, tetapi serangan itu mampu ditepis oleh Zyren. Pyrallis hendak memukul Zyren. Zyren berhasil menangkap tangan Pyrallis. Pertahanan Pyrallis pun terbuka. Kehabisan akal dan semakin kewalahan, Zyren tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Zyren menghajar Pyrallis dengan serangan jarak dekat. Mermaid’s Melody dilancarkan. Tubuh Pyrallis terhempas, bahkan hingga sampai keluar di atas permukaan laut. Pyrallis KO.
“Bajingan tengik! Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” kata Singasurana panik.
“Kapten...” kata Wanaratna.
“Nanti dulu!” bentak Singasurana.
“Kau dengarkanlah dia!” kata Jakakelana.
“Apa?” tanya Singasurana masih panik dan marah.
“Sploonku level 20, Kapt,” kata Wanaratna.
“Keparat! Mengapa tidak bilang dari tadi?! Tolol!” kata Singasurana, “Cepat utus Sploonmu!”
“Tapi dia tidak bisa berenang, Kapt...” kata Wanaratna.
“Benar juga... .” kata Singasurana.
“Garuda bisa, Kapt. Dia masih kuat,” kata Wanaraseta.
“Ah... aku paham maksudmu, Wanaraseta,” kata Singasurana, “Baiklah... Garuda, bawa Sploon terbang tinggi di angkasa! Kita hajar Zyren itu!!!”

Zyren kembali melompat ke permukaan. Kali ini dia hendak menenggelamkan Raditewage ke dasar samudera, sama seperti yang telah dia lakukan terhadap ratusan, bahkan ribuan kapal yang lain. Akan tetapi, ketika Zyren tengah bersiap menembakkan Mermaid’s Melody, Kapten Singasurana berteriak,
“Sploon!!! Sekarang!!! Tunjukkan kepada dunia bahwa kau adalah simbol perlawanan!!!”
Usai berkata demikian, Sploon, yang tengah terbang dibawa oleh Garuda, terkekeh dengan suara kekehannya yang khas. Ukulele Splash segera menerjang ke arah Zyren. Zyren terkejut dengan serangan itu. Mermaid’s Melody yang sekiranya hendak ditembakkan ke arah kapal Raditewage, saat itu juga ditembakkan ke arah Sploon dan Garuda. Namun, terlambat... kekuatan penuh Ukulele Splash menghajar telak tubuh Zyren yang sebenarnya telah kelelahan meladeni Anura, Pyrallis, Lunam, dan Garuda. Zyren pun KO.

Ukulele Splash (Sploon)

Raditewage pun mengangkat sauh, membawa serta Zyren kembali ke bandar pelabuhan Nango Land. Namun, mereka lupa menutup mulut Zyren. Di dalam perjalanan, Zyren tersadar. Zyren pun bernyanyi. Suara nyanyiannya membuat Singasurana, Jakakelana, Wanaratna, dan Wanaraseta menjadi gila. Mereka tidak pernah pulang kembali ke Nango Land ataupun mendapatkan seratus dua puluh peti emas. Di dalam kegilaan, mereka terus mengarungi samudera raya.

tepi Jakal, 26 September 2015
Padmo Adi

**Both the short story I made and the drawing made by Louis Edo Kris Kelana, all, are just FANART. We made them for fun, for we enjoy playing the game, Mobbles. We do not take any financial/economical benefit of it. All rights of Mobbles belongs to mobbles.com.

Comments